banner 728x250

Legal Analysis of Law Enforcement in the Vina Cirebon Case: Between Substantive and Procedural Justice

banner 468x60

Legal Analysis of Law Enforcement in the Vina Cirebon Case: Between Substantive and Procedural Justice

Analisis Yuridis terhadap Penegakan Hukum dalam Kasus Vina Cirebon: Antara Keadilan Substantif dan Prosedural

Penulis : Mahasiswa Fakultas Hukum Unilak, Nita Ardani dan kevin S Moreno Sianipar

Editor :M.Azahrra

Kategori :Hukum

ABSTRAK

Kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016 kembali mencuat ke publik setelah film dokumenter “Vina: Sebelum 7 Hari” dirilis pada tahun 2024. Polemik muncul karena adanya dugaan salah tangkap terhadap tiga orang terdakwa yang hingga kini masih buron menurut versi aparat. Artikel ini menganalisis kasus tersebut dari perspektif hukum pidana, asas praduga tak bersalah, serta peran sistem peradilan pidana dalam menjamin keadilan. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil analisis menunjukkan adanya inkonsistensi dalam proses penegakan hukum serta perlunya evaluasi menyeluruh terhadap penyidikan dan pengadilan kasus ini.

Kata kunci: Kasus Vina Cirebon, Penegakan Hukum, Salah Tangkap, Keadilan Substantif, Praduga Tak Bersalah

ABSTRACT

The murder case of Vina and Eky in Cirebon in 2016 resurfaced in public after the documentary “Vina: Sebelum 7 Hari” was released in 2024. The polemic arose due to allegations of mistaken arrest of three defendants who are still at large according to the authorities. This article analyzes the case from the perspective of criminal law, the principle of the presumption of innocence, and the role of the criminal justice system in ensuring justice. The method used is normative juridical with a case study approach. The results of the analysis show inconsistencies in the law enforcement process and the need for a comprehensive evaluation of the investigation and trial of this case.

Keywords: Vina Cirebon Case, Law Enforcement, Wrongful Arrest, Substantive Justice, Presumption of Innocence

  • PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang

Kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016 kembali menjadi sorotan setelah munculnya film yang mengangkat ulang kisah tersebut. Kontroversi mencuat karena masyarakat mempertanyakan keabsahan putusan pengadilan, terutama terkait tiga terdakwa yang masih dinyatakan buron. Penelusuran publik, media, dan pegiat hukum menunjukkan adanya kemungkinan bahwa ketiganya sebenarnya bukan pelaku. Kasus ini menggugah kesadaran publik tentang pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan.

Asas praduga tak bersalah adalah prinsip

fundamental dalam hukum pidana yang tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, Pasal 18 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dianggap bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Salah tangkap, menurut Suparman Marzuki (2011), merupakan bentuk nyata dari miscarriage of justice dan dapat berimplikasi terhadap pelanggaran HAM yang serius. Sistem peradilan pidana (criminal justice system) terdiri atas tahapan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, dan eksekusi. Ketidaktepatan dalam salah satu tahapan dapat berdampak pada hasil akhir putusan.

Keadilan dalam kasus ini harus dilihat tidak hanya dari sisi prosedural, tetapi juga secara substantif. Keadilan prosedural mungkin tampak telah terpenuhi karena perkara telah diproses hingga pengadilan, namun pertanyaan tentang kebenaran materiil masih menggantung. Apakah benar para terdakwa adalah pelaku sesungguhnya, ataukah mereka korban dari sistem yang terburu-buru dalam menuntaskan kasus yang menyita perhatian publik? Untuk menjawab pertanyaan ini, evaluasi menyeluruh terhadap proses hukum yang telah berjalan menjadi penting.

  1. Metode Penelitian/Landasan Teoritis

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu pendekatan berdasarkan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, dan analisis putusan pengadilan. Data sekunder diperoleh dari literatur hukum dan sumber-sumber berita yang kredibel.

pendekatan masalah, teknik pengumpulan data, jenis data dan cara penyajian data.

  • PEMBAHASAN

Kasus Vina Cirebon mencerminkan bagaimana kompleksitas sistem peradilan pidana dapat menimbulkan permasalahan serius ketika proses penyidikan dan pengambilan keputusan tidak dilakukan secara transparan. Kejadian ini bermula pada Mei 2016, saat Vina dan Eky ditemukan tewas secara tragis di bawah flyover Talun, Cirebon. Kepolisian menyatakan bahwa sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka, enam di antaranya sudah divonis bersalah, sementara tiga lainnya disebut masih buron. Namun, klaim buron ini mulai dipertanyakan publik setelah munculnya pernyataan dari mantan narapidana dan pihak keluarga, yang menduga adanya unsur paksaan dan rekayasa dalam proses penetapan tersangka. Prinsip praduga tak bersalah, sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU HAM, menjadi sorotan karena ada dugaan bahwa beberapa tersangka dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku tanpa bukti yang kuat. Jika pengakuan diperoleh melalui tekanan fisik atau psikologis, maka bukti tersebut menjadi tidak sah secara hukum. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dugaan terjadinya kekeliruan dalam proses penyidikan dan penuntutan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kinerja aparat penegak hukum. Apabila benar terjadi penyiksaan dalam proses penyidikan, hal ini telah melanggar Pasal 33 UU No. 5 Tahun 1998 tentang Anti Penyiksaan. Tanggung jawab tidak hanya berada di tangan penyidik, tetapi juga pada jaksa penuntut umum dan hakim yang memeriksa dan memutus perkara. Ketika seluruh aktor dalam sistem peradilan pidana gagal menjalankan fungsi kontrol dan verifikasi secara objektif, maka potensi terjadinya wrongful conviction semakin besar.

  • KESIMPULAN

Kasus Vina Cirebon merupakan contoh nyata bagaimana sistem peradilan pidana dapat kehilangan legitimasi jika prosesnya tidak transparan dan akuntabel.

  • DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan.

Suparman Marzuki. (2011). Salah Tangkap dalam Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta: FH UII Press.

Tempo.co. (2024). “Muncul Dugaan Salah Tangkap dalam Kasus Vina Cirebon”. Diakses Mei 2025.

Kompas.com. (2024). “Film Vina: Sebelum 7 Hari, Mengungkap Fakta atau Fiksi?” Diakses Mei 2025.

Andi Hamzah. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Muladi & Barda Nawawi Arief. (1998). Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Barda Nawawi Arief. (2010). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: Prenada Media.

Komnas HAM. (2021). Laporan Tahunan Komnas HAM 2020. Jakarta: Komnas HAM RI.

LPSK.go.id. (2024). “Peran LPSK dalam Perlindungan Korban Salah Tangkap”. Diakses Mei 2025.

Tirto.id. (2024). “Jejak Kasus Vina: Potret Buram Penegakan Hukum”. Diakses Mei 2025.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *